01
Ada sebuah kota di pulau jawa yang mana terlahir sebuah keluarga yang selalu di selimuti kebahagian. Senyuman dan tawa selalu terlihat di setiap sudut rumah mereka setiap hari. Mereka juga selalu berkumpul dan bercanda tawa meski tidak jarang masalah menimpa mereka. Susana itu tidak pernah berubah dari sejak pertama pasangan suami istri yang bernama reza dan mutiara ini mengikat tali pernikahan. Dan ketika mereka memutuskan untuk berpisah dengan keluarga besar mereka, suasana itupun tetap tak surut secuilpun.
Padahal diawal mereka menjalani hidup mandiri permasalahan ekonomi selalu datang. Mereka sering mengalami kekurangan uang untuk membelikan sesuatu untuk kehidupan mereka. Mereka mencari pinjaman uang kesana kemari, kesamping kanan, kesamping kiri dari tetangga. Tidak ada kata malu dalam benak mereka, tidak ada kata risih dalam hati mereka. “selagi masih halal, buat apa malu” ucap ibu tiara, sapaan akrab ibu mutiara.
Sang suamipun juga begitu, dia bekerja menjadi guru dengan bayaran yang tidak pantas sama sekali, jika dibandingkan dengan pengorbanannya mencerdaskan anak bangsa. Dia juga rela mengayuh sepeda gunung tua dengan melintasi beberapa kilo meter untuk sampai ditempat pengabdiaanya tersebut. Meski kadang keluhan ada, namun itu masih di batas manusiawi. “ya Allah, aku memang hambamu. Namun mengapa kau berikan cobaan yang begitu menguji kesabaranku” keluh pak Eja sapaan akrabnya. Dia juga rela menjadi guru yang paling terakhir pulang untuk mendapatkan uang tambahan. Bahkan dia tidak jarang membuang rasa malu untuk meminjam uang kepada temannya yang lebih mapan dari dia disekolah. Temannya pun sangat murah hati untuk memberikan pinjaman, karena mereka sudah tahu bagaimana kehidupan pak Eja ini.
namun bila mereka berkumpul di rumah, rasa malu dan keluhan tidak sedikitpun terlihat. Mereka selalu mencoba untuk saling mengerti dan menghargai usaha masing-masing. “ibu...bapak minta maaf ya karena bapak tidak bisa menghiasi wajah ibu dengan perhiasan seperti yang lainnya” ucap pak Eja dengan memandangi wajah istrinya. “ga’ apa-apa pak...ibu ngerti, yang penting kita tetap bersama dan tetap mau berusaha. Bagi ibu itu melebihi dari perhiasan.” Jawab ibu tiara sambil memegang tangan pak Eja. Tak terasa tetesan air mata mereka terjatuh di iringi dengan pelukan kasih sayang. “makasih ya bu”. “sama-sama pak”.
***
Di hari raya yang penuh dengan suasana baru. Mereka hanya bisa menatap dan berbagi senyuman dengan para tetangga. Mereka tidak bisa membeli pakaian baru, cat baru untuk dinding rumah apalagi membeli perabotan baru seperti tetangga mereka. Pak Eja hanya bisa berkata maaf kepada bu tiara dan memohon untuk bersabar. “khan sudah ibu bilang,...ga’ apa-apa. Asal bapak tetap disamping ibu, itu sudah cukup” ucap ibu yang berkulit putih ini. “mending bapak rapikan jenggotnya. Dengan begitu ibu sudah mendapatkan barang baru di hari raya ini”. lanjutnya “maksih ya bu...bapak tambah sayang dech”. “ich...kayak yang masih pacaran aja. ga’ usah gombal..” kata bu tiara sambil mencubit perut pak Eja. Sungguh keluarga yang sangat bahagia. Inilah keluarga yang sangat benyak diinginkan semua pasangan. Saling mengerti, sabar dan saling membantu dalam setiap masalah yang di hadapi.
(bersambung). Rofiqlicik.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar